Benarkah Pola Makan Bisa Pengaruhi Mood?


‘Aku butuh minum kopi biar bisa begadang’
‘Makan coklat gih, biar seneng’
‘Kalau lagi galau, banyakin makan yang manis-manis aja’

Dalam kehidupan sehari-hari, ternyata kita sering mengaitkan konsumsi makanan atau minuman tertentu untuk memperbaiki mood. Benarkah demikian? Banyak studi yang mempelajari pengaruh makanan atau diet seseorang terhadap mood mereka, salah satunya adalah studi yang dilakukan oleh Ottley (2000). Pola makan yang rendah karbohidrat berhubungan erat dengan depresi, sedangkan pola makan yang tinggi protein namun rendah karbohidrat berkaitan erat dengan peningkatan rasa marah (Spring et al., 1983; Ottley, 2000). Pola makan yang tinggi karbohidrat secara umum memiliki dampak positif terhadap mood (Michaud, Musse, Nicolas, & Mejan, 1991).
Selain faktor fisiologis, faktor kognitif juga berperan dalam penentuan pola makan (Macht & Dettmer, 2006). Misalnya jika kelompok individu yang sedang menjalani diet diminta untuk memakan makanan yang tinggi kalori, mereka mungkin mengalami kecemasan serta emosi negatif lain karena rasa takut berat badannya bertambah. Efek ini tidak berhubungan dengan bahan atau komponen makanan itu sendiri.
Selera makan yang sudah dipelajari juga ditemukan memiliki pengaruh terhadap pengalaman makan (Rogers & Lloyd, 1995). Contohnya, makanan favorit kita umumnya memunculkan emosi positif, bahkan bau makanan dapat memunculkan pengalaman emosi yang kuat. Situasi dimana kita mengonsumsi makanan dan pengalaman masa lalu dengan makanan tertentu telah diasosiasikan dengan respon emosional (Benon & Donohoe, 1999). Contohnya, seseorang yang menganggap meminum kopi dapat membuatnya lebih terjaga, dapat pula merasa terjaga meskipun meminum kopi tanpa kafein. Hal ini menunjukkan adanya faktor psikologis dan kognitif dalam makan.
Meskipun banyak studi yang telah meneliti pengaruh pola makan terhadap mood, pola makan terbaik untuk meningkatkan mood dan mengoptimalkan performa dan kesehatan masih belum diketahui secara pasti. Anjuran terbaik adalah untuk menjaga pola makan yang seimbang, yaitu kaya protein, moderat karbohidrat, dan rendah lemak karena pola makan demikian dapat memperbaiki mood dan tenaga. Pastikan pula asupan mikronutrien seperti asam lemak omega-3, zat besi, asam folat, dan thiamin terpenuhi (Pawels & Volterrani, 2008). Hindari rasa bersalah yang diakibatkan oleh terlalu banyak mengonsumsi makanan seperti coklat dan junk food. Biasakan makan dalam porsi kecil namun sering dan tidak menunggu lapar sebelum makan supaya tidak makan berlebihan. Selain itu, hasil eksperimen menunjukkan membaca label informasi gizi pada makanan sebelum makan ampuh untuk mencegah makan berlebihan (Lang, 2007).

Referensi:
1.      Rogers P.J. & Lloyd H.M. (1994). Nutrition and mental performance. Proceedings of the Nutrition Society, 53: 443-456.
2.      Spring, B et al. (1983). “Effects of protein and carbohydrate meals on mood and performance: interactions with sex and age”. Journal of psychiatric research (0022-3956), 17 (2): 155.
3.      Michaud C., Musse N., Nicolas DI & Mejan L. (1991). Effects of breakfast size on short-term memory concentration and blood glucose. Journal of Adolescent Health, 12: 53-57.
4.      Benon D. & Donohoe, RT. 1999. The effects of nutrients on mood. Public Heath Nutrition, 2(3A): 403-9.
5.      Ottley, C. 2000. Food and mood. Nursing Standard, 15(2): 46-52.
6.      Rogers, P. 1995. Food, mood and appetite. Nutrition Research Reviews, 8: 243-269.
7.      Macht, M. & Dettmer, D. 2006. Everyday mood and emotions after eating a chocolate bar or an apple. Appetite. 46(3): 332-336.
8.      Pawels, E. K. & Volterrani, D. (2008). “Fatty acid facts, Part I. Essential fatty acids as treatment for depression, or food for mood?”.  Drug news & perspectives  (0214-0934), 21  (8): 446.

9.      Lang, Susan. (2007). “Mood-food connection: We eat more and less-healthy comfort foods when we feel down, study finds”. Cornell Chronicle.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Emosi Positif vs Emosi Negatif

MENGONTROL EMOSI DENGAN DIAM

Bagaimana Sesungguhnya Kesehatan Mental di Indonesia ?